Pages

Minggu, 29 April 2012

Hukum Dagang

Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.

Ada beberapa macam pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen :
1.       Pekerjaan orang-orang perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.
2.       Pembentukan badan-badan usaha (asosiasi), seperti perseroan terbatas (PT), perseroan firma (VOF=Fa) Perseroan Komanditer, dsb yang tujuannya guna memajukan perdagangan.
3.       Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas niaga baik didarat, laut maupun udara.
4.       Pertanggungan (asuransi)yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya si pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.
5.       Perantaraan Bankir untuk membelanjakan perdagangan.
6.       Mempergunakan surat perniagaan (Wesel/ Cek) untuk melakukan pembayaran dengan cara yang mudah dan untuk memperoleh kredit.

Sumber Hukum Dagang

Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada :
1.       Hukum tertulis yang dikodifikasikan
a.       KUHD
b.      KUHS
2.       Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan yaitu peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.

KUHD mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848 berdasarkan asas konkordansi.

Menurut Prof. Subekti SH, adanya KUHD disamping KUHS sekrang ini tidak pada tempatnya, karena KUHD tidak lain adalah KUHPerdata. Dan perkataan “dagang” bukan suatu pengertian hukum melainkan suatu pengertian perekonomian.

Dinegeri Belanda sudah ada aliran yang bertujuan menghapuskan pemisahan antara hukum perdata dengan hukum dagang.

1.       Pokok : KUHS, Buku III tentang Perikatan.
2.       Kebiasaan
a.       Ps 1339 KUHS : Suatu perjanjian tidak saja mengikat untuk apa yang semata-mata telah diperjanjikan tetapi untuk apa yang sudah menjadi kebiasaan
b.      Ps 1347 KUHS : hal-hal yang sudah lazim diperjanjikan dalam suatu perjanjian, meskipun tidak secara tegas diperjanjikan harus dianggap juga tercantum dalam setiap perjanjian semacam itu.
3.       Yurisprudensi
4.       Traktat
5.       Doktrin

Pentingan suatu Perusahaan memegang buku (Ps 6 KUHD)
1.       Sebagai catatan mengenai :
a.       Keadaan kekayaan perusahaan itu sendiri – berkaitan dengan keharusan menanggung hutang piutang
b.      Segala hal ihwal mengenai perusahaan itu.
2.       Dari sudut hukum pembuktian (Ps 7 KUHD Jo Ps 1881 KUHS), misalnya dengan adanya pembukuan yang rapi, hakim dapat mengambil keputusan yang tepat jika ada persengketaan antara 2 orang pedagang mengenai kwalitas barang yang diperjanjikan.
3.       Orang-orang Perantara
1.       Golongan I : buruh/ pekerja dalam perusahaan: pelayan, pemegang buku, kasir, orang yang diberi kuasa untuk menjalankan usaha dagang dalam suatu Firma (Procuratie – Houder)
2.       Golongan II :
a.       Makelar : seorang penaksir dan perantara dagang yang telah disumpah yang menutup perjanjian-perjanjian atas perintah dan atas nama orang lain dan untuk pekerjaannya itu meminta upah (Provisi)
b.      Komisioner : seorang perantara yang berbuat atas perintah dan menerima upah, tetapi ia bertindak atas namanya sendiri – seorang komisioner memikul tanggung jawab lebih berat dibanding dengan perantara lainnya.

Perkumpulan-perkumpulan Dagang
1.       Persekutuan (Maatschap) : suatu bentuk kerjasama dan siatur dalam KUHS tiap anggota persekutuan hanya dapat mengikatkan dirinya sendiri kepada orang-oranglain. Dengan lain perkataan ia tidak dapat bertindak dengan mengatas namakan persekutuan kecuali jika ia diberi kuasa. Karena itu persekutuan bukan suatu pribadi hukum atau badan hukum.
2.       Perseraoan Firma : suatu bentuk perkumpulan dagang yang peraturannya terdapat dalam KUHD (Ps 16) yang merupakan suatu perusahaan dengan memakai nama bersama. Dalam perseroan firma tiap persero (firma) berhak melakukan pengurusan dan bertindak keluar atas nama perseroan.
3.       Perseroan Komanditer (Ps 19 KUHD) : suatu bentuk perusahaan dimana ada sebagian persero yang duduk dalam pimpinan selaku pengurus dan ada sebagian persero yang tidak turut campur dalam kepengurusan (komanditaris/ berdiri dibelakang layar)
4.       Perseroan Terbatas (Ps 36 KUHD) : perusahaan yang modalnya terbagi atas suatu jumlah surat saham atau sero yang lazimnya disediakan untuk orang yang hendak turut.
¨       Arti kata Terbatas, ditujukan pada tanggung jawab/ resiko para pesero/ pemegang saham, yang hanya terbatas pada harga surat sero yang mereka ambil.
¨       PT harus didirikan dngan suatu akte notaris
¨       PT bertindak keluar dengan perantaraan pengurusnya, yang terdiri dari seorang atau beberapa orang direktur yang diangkat oleh rapat pemegang saham.
¨       PT adalah suatu badan hukum yang mempunyai kekayaan tersendiri, terlepas dari kekayaan pada pesero atau pengurusnya.
¨       Suatu PT oleh undang-undang dinyatakan dalam keadaan likwidasi jika para pemegang saham setuju untuk tidak memperpanjang waktu pendiriannya dan dinyatakan hapus jika PT tesebutmenderita rugi melebihi 75% dari jumlah modalnya.
5.       Koperasi : suatu bentuk kerjasama yang dapat dipakai dalam lapangan perdagangan Diatur diluar KUHD dalam berbagai peraturan :
a.       Dalam Stb 1933/ 108 yang berlaku untuk semua golongan penduduk.
b.      Dalam stb 1927/91 yang berlaku khusus untuk bangsa Indonesia
c.       Dalam UU no. 79 tahun 1958
¨       Keanggotaannya bersifat sangat pribadi, jadi tidak dapat diganti/ diambil alih oleh orang lain.
¨       Berasaskan gotong royong
¨       Merupakan badan hukum
¨       Didirikan dengan suatu akte dan harus mendapat izin dari menteri Koperasi.
6.       Badan-badan Usaha Milik Negara (UU no 9/ 1969)
a.       Berbentuk Persero : tunduk pada KUHD (stb 1847/ 237 Jo PP No. 12/ 1969)
b.      Berbentuk Perjan : tunduk pada KUHS/ BW (stb 1927/ 419)
Berbentuk Perum : tunduk pada UU no. 19 (Perpu tahun 1960)

Asas-Asas Hukum Dagang

Pengertian Dagang (dalam arti ekonomi), yaitu segala perbuatan perantara antara produsen dan konsumen.
Pengertian Perusahaan, yaitu seorang yang bertindak keluar untuk mencari keuntungan dengan suatu cara dimana yang bersangkutan menurut imbangannya lebih banyak menggunakan modal dari pada menggunakan tenaganya sendiri.
Pentingnya pengertian perusahaan :
1.       Kewajiban “memegang buku” tentang perusahaan yang bersangkutan.
2.       Perseroan Firma selalu melakukan Perusahaan.
3.       Pada umumnya suatu akte dibawah tangan yang berisi pengakuan dari suatu pihak, hanya mempunyai kekuatan pembuktian jika ditulis sendiri oleh si berhutang atau dibubuhi tanda persetujuan yang menyebutkan jumlah uang pinjaman, tapi peraturan ini tidak berlaku terhadap hutang-hutang perusahaan.
4.       Barang siapa melakukan suatu Perusahaan adalah seorang “pedagang” dalam pengertian KUHD
5.       Siapa saja yang melakukan suatu Perusahaan diwajibkan, apabila diminta, memperlihatkan buku-bukunya kepada pegawai jawatan pajak.
6.       Suatu putusan hakim dapat dijalankan dengan paksaan badan terhadap tiap orang yang telah menanda tangani surat wesel/ cek, tapi terhadap seorang yang menandatangani surat order atau surat dagang lainnya, paksaan badan hanya diperbolehkan jika suart-surat itu mengenai perusahaannya.

Sumber : staff.ui.ac.id/internal/090603089/material/HUKUMDAGANG.doc

Hukum Perikatan

Definisi Hukum Perikatan

Perikatan dalam bahasa Belanda disebut“verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakaidalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orangyang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi,meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan,letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yangmengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undangatau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yangterjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.

Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibathukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukumharta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (personal law).

Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan sistemterbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harushalal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.

Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yangsifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telahdisepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yangsangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambuttidak sampai botak. Dan syarat sahnya perikatan yaitu;
1.      Obyeknya harus tertentu.Syarat ini diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.
2.      Obyeknya harus diperbolehkan.Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.
3.      Obyeknya dapat dinilai dengan uang.Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan
4.      Obyeknya harus mungkin.Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.



Sumber Hukum Perikatan
 
Pada dasarnya, ada sedikit kemiripan antara hukum perdata di Indonesia dengan di Mesir, dikarenakan negara Mesir sendiri mengadopsi hukum dari Perancis, sedangkan Indonesiamengadopsi hukum dari Belanda, dan Hukum Perdata Negara Belanda berasal dari HukumPerdata Perancis (yang terkenal dengan nama Code Napoleon). Jadi, hukum perdata yang diIndonesia dengan di Mesir pada hakikatnya sama. Akan tetapi hanya bab dan pembagiannya sajayang membedekannya dikarenakan berasal dari satu nenek moyang yang sama.

Dalam tulisan ini, penulis ingin menitikberatkan sumber-sumber perikatan dari negara Mesir, dengan tidak lupa juga membahas sumber-sumber perikatan dari Negara Indonesia, gunamenambah wawasan intelektual kita semua.

Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang,dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagimenjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.

Contoh dalam perikatan yang timbul karena perbuatan menurut hukum contohnya; menguruskepentingan orang lain secara sukarela sebagaimana tertera dalam pasal 1354, dan pembayaranyang tak terutang tertera dalam pasal 1359. Contoh dari perikatan yang timbul dari undang-undang melulu telah tertera dalam pasal 104 mengenai kewajiban alimentasi antara kedua orangtua, misalnya; Ahmad menikah dengan Fatimah, pada dasarnya Ahmad dan Fatimah hanyamelakukan akad nikah, dengan adanya akad nikah maka timbulah suatu keterikatan yang lainnyayaitu saling menjaga, menafkahi dan memelihara anak mereka bila lahir nantinya. Contoh laindari undang-undang melulu telah tertera dalam pasal 625 mengenai hukum tetangga; yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Selain itu, juga terdapat pula perikatan yang timbul karena melawan hukum. Contohnya; mengganti kerugian terhadap orangyang dirugikan, sebagaimana tertera dalam pasal 1365 KUH Perdata.

Adapun, sumber-sumber pokok perikatan yang ada di Mesir adalah adanya perjanjian (keinginankedua belah pihak) dan tidak adanya perjanjian (muncul karena ketidaksengajaan atau muncultanpa keinginan kedua belah pihak). Dan definisi perjanjian secara epistimologi adalah arrobt(u) atau perikatan, dan secara etimologi; kesepakatan kedua belah pihak atau lebih untuk melakukansesuatu hal yang telah disepakati. Dan syarat syahnya perjanjian harus adanyakeridhoan/kesepakatan antara kedua belah pihak, jadi di dalam isi perjanjian, kedua belah pihak harus saling mengetahui maksud dari perjanjian tersebut, dan tidak boleh hanya menguntungkansatu pihak saja. Dan syarat yang lainnya, adanya obyek yang halal, yang tidak melanggar undang-undang dan norma-norma kehidupan di masyarakat. Dan sumber tidak adanya perjanjiandapat dibagi menjadi; pertanggung jawaban yang timbul karena kelalaian, memperkaya diritanpa alasan, dan undang-undang.

Hapusnya perikatan

Hapusnya perikatan (ps 1381 KUHPdt) disebabkan:
a.       Karena pembayaran
b.      Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c.       Karena pembaharuan hutang.
d.      Karena perjumpaan utang atau kompensasi
e.       Karena pencampuran utang
f.       Karena pembebasan utang
g.      Karena musnahnya barang yang terutang
h.      Karena batal atau pembatalani
i.        Karena berlakunya syarat pembatalan
j.        Karena lewat awktu atau daluarsa
Dengan pemahaman di atas, seorang front liners dituntut untuk memahami aspek hukum,sehingga dapat menilai apakah seseorang memang telah sesuai dengan kewenangannya dalamhal menarik simpanan, atau melakukan transfer rekening dari perusahaannya ke rekeninglainnya. Apabila seorang calon nasabah mau membuka rekening, front liners juga harus bisamenilai apakah yang bersangkutan memang dapat mewakili bertindak untuk dan atas nama perusahaan, atau bila perseorangan apa memang orang tersebut telah cakap hukum.


Sumber : http://www.scribd.com/doc/20976269/Definisi-Hukum-Perikatan

Hukum Perdata

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.

Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun demikian berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia.

Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
  • BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
  • WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda

KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata baratBelanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

Isi KUHPerdata
KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
1.      Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht mengatur tentang orang sebagai subyek hukum, hukum perkawinan dan hukum keluarga, termasuk waris.
-          Bab I - Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
-          Bab II - Tentang akta-akta catatan sipil
-          Bab III - Tentang tempat tinggal atau domisili
-          Bab IV - Tentang perkawinan
-          Bab V - Tentang hak dan kewajiban suami-istri
-          Bab VI - Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
-          Bab VII - Tentang perjanjian kawin
-          Bab VIII - Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya
-          Bab IX - Tentang pemisahan harta-benda
-          Bab X - Tentang pembubaran perkawinan
-          Bab XI - Tentang pisah meja dan ranjang
-          Bab XII - Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak
-          Bab XIII - Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
-          Bab XIV - Tentang kekuasaan orang tua
-          Bab XIVA - Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
-          Bab XV - Tentang kebelumdewasaan dan perwalian
-          Bab XVI - Tentang pendewasaan
-          Bab XVII - Tentang pengampuan
-          Bab XVIII - Tentang ketidakhadiran

2.      Buku 2 tentang Benda / Zaakenrecht. Buku kedua mengatur mengenai benda sebagai obyek hak manusia dan juga mengenai hak kebendaan. Benda dalam pengertian yang meluas merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki (dimiliki) oleh seseorang. Sedangkan maksud dari hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan kepada pihak ketiga. Buku kedua tentang benda pada saat ini telah banyak berkurang, yaitu dengan telah diaturnya secara terpisah hal-hal yang berkaitan dengan benda (misal dengan Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, Undang-undang N0. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan . Dalam hal telah diatur secara terpisah oleh suatu peraturan perundang-undangan maka dianggap pengaturan mengenai benda didalam BW dianggap tidak berlaku.
  • Bab I - Tentang barang dan pembagiannya
  • Bab II - Tentang besit dan hak-hak yang timbul karenanya
  • Bab III - Tentang hak milik
  • Bab IV - Tentang hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga
  • Bab V - Tentang kerja rodi
  • Bab VI - Tentang pengabdian pekarangan
  • Bab VII - Tentang hak numpang karang
  • Bab VIII - Tentang hak guna usaha (erfpacht)
  • Bab IX - Tentang bunga tanah dan sepersepuluhan
  • Bab X - Tentang hak pakai hasil
  • Bab XI - Tentang hak pakai dan hak mendiami
  • Bab XII - Tentang pewarisan karena kematian
  • Bab XIII - Tentang surat wasiat
  • Bab XIV - Tentang pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan
  • Bab XV - Tentang hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan
  • Bab XVI - Tentang hal menerima dan menolak warisan
  • Bab XVII - Tentang pemisahan harta peninggalan
  • Bab XVIII - Tentang harta peninggalan yang tak terurus
  • Bab XIX - Tentang piutang dengan hak didahulukan
  • Bab XX - Tentang gadai
  • Bab XXI - Tentang hipotek
3.      Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht. Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud penggunaan kata “Perikatan” disini lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan.
Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht), atau sering juga disebut sifat terbuka, sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang). Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan perjanjian).
  • Bab I - Tentang perikatan pada umumnya
  • Bab II - Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan
  • Bab III - Tentang perikatan yang lahir karena undang-undang
  • Bab IV - Tentang hapusnya perikatan
  • Bab V - Tentang jual-beli
  • Bab VI - Tentang tukar-menukar
  • Bab VII - Tentang sewa-menyewa
  • Bab VIIA - Tentang perjanjian kerja
  • Bab VIII - Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata)
  • Bab IX - Tentang badan hukum
  • Bab X - Tentang penghibahan
  • Bab XI - Tentang penitipan barang
  • Bab XII - Tentang pinjam-pakai
  • Bab XIII - Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening)
  • Bab XIV - Tentang bunga tetap atau bunga abadi
  • Bab XV - Tentang persetujuan untung-untungan
  • Bab XVI - Tentang pemberian kuasa
  • Bab XVII - Tentang penanggung
  • Bab XVIII - Tentang perdamaian
4.      Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs. Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (Herzine Indonesisch Reglement / HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :
a.       Surat-surat
b.      Kesaksian
c.       Persangkaan
d.      Pengakuan
e.       Sumpah
Daluwarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.
·         Bab I - Tentang pembuktian pada umumnya
·         Bab II - Tentang pembuktian dengan tulisan
·         Bab III - Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
·         Bab IV - Tentang persangkaan
·         Bab V - Tentang pengakuan
·         Bab VI - Tentang sumpah di hadapan hakim
·         Bab VII - Tentang kedaluwarsa pada umumnya

sumber :
- http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
- http://id.wikisource.org/wiki/Kitab_Undang-Undang_Hukum_Perdata