Tema atau topik pembicaraan : Pergulatan Hidup
Judul : Menjalani
Hidup Sendiri
Isi :
Waktu mulai kuliah, Alex memiliki rencana. Alex akan
mempelajari semua hal selama empat tahun ke depan, alex akan bertemu dengan
banyak orang yang menarik, dan alex akan tinggal di Amerika untuk beberapa lama
setelah lulus kuliah. Hal yang paling tidak Alex rencanakan adalah mendapatkan
istri, ada banyak hal lain dalam pikirannya! Selain itu, Alex sebenarnya tidak
terlalu ingin menikah.
Selama tiga tahun berikutnya, rencana Alex berjalan
lancar. Dia mengambil dua jurusan: Sejarah dan Sastra Inggris. Alex membaca
banyak buku, dan ia aktif terlibat dalam beberapa organisasi kampus. Tapi yang
paling ia senangi adalah berkumpul di sore hari sambil minum teh dengan
teman-temannya, sambil berdiskusi tentang banyak hal, dari mulai skandal
politik terhangat hingga buku-buku yang paling menarik di tahun ini. Suka dan
duka kami lalui bersama, dan kami selalu mendukung satu sama lain.
Tetapi anehnya, pada tahun terakhir kuliah,
percakapan kami berkisar tentang masalah yang sama. Alex merasa kesal melihat
teman-temannya yang pintar dan hebat-hebat berubah menjadi begitu terpaku pada
masalah bertunangan sebelum lulus kuliah. Seolah-olah hidup ini dimulai dengan
sebuah lamaran dan cincin pertunangan.
Alex tidak mengerti semua ini. Apa yang telah terjadi
dengan teman-temannya yang dulu begitu bersemangat untuk hidup mandiri, memulai
usaha sendiri. Semua keinginan itu telah tertutupi oleh kebutuhan untuk
berkomitmen dengan seorang wanita. Ibu dari teman-temannya sibuk membicarakan
tentang pernikahan anak-anaknya, sedangkan ayah mereka memberi persetujuan atas
calon istri mereka. Tampaknya mereka sudah benar-benar tahu calon seperti apa
yang mereka inginkan.
Alex tidak menentang pernikahan dan Alex juga merasa
senang melihat teman-temannya bertunangan. Yang Alex tidak mengerti adalah
kenapa mereka harus melakukannya dengan terburu-buru. Kebanyakan dari kami
masih berusia dua puluh satu tahun! Alex tidak mengerti kenapa ia tidak
tertarik dengan hal itu, kenapa ia tidak berkeinginan untuk memulai mencari
pasangan yang sesuai. Banyak temannya beranggapan bahwa ia mengingkari dirinya
sendiri dan sebenarnya juga ingin menikah tetapi mencoba bertahan menjadi
seorang “perjaka garis keras”. Alex mulai bertanya-tanya apakah perkataan
mereka itu ada benarnya. Mungkin ada yang salah dengan dirinya.
Di bulan Februari, pada tahun terakhir kuliah, cuaca
di musim dingin begitu dingin dan lembab. Saat itu Alex menerima telepon dari
ibunya. Nenek Alex meninggal dunia.
Neneknya selalu menasehati untuk selalu mengejar semua impianku walaupun
banyak orang menentangnya. Neneknya bercerai dengan kakek dan memilih untuk
hidup sendiri bersama putrinya padahal sebenarnya nenek bisa menikah lagi.
Nenek Alex adalah seorang wanita yang telah menaklukan dunia dengan caranya
sendiri dan selalu yakin bahwa Alexpun bisa menaklukan dunia jika ia mau.
Alex dan ayahnya berangkat ke Michigan untuk menghadiri
pemakaman nenek. Di pesawat, kami tidak banyak mengeluarkan suara dan sepanjang
perjalanan, Alex diliputi kesedihan. Alex tidak ingin menangis. Di mobil, dalam
perjalanan Alex terus menerus berharap ia bisa berbicara lagi dengan nenek.
Alex tidak yakin dengan perasaannya, dan rencana-rencananya untuk masa depan.
Alex belum pernah merasa seperti itu sebelumnya. Saat kami tiba, Alex tidak mau
turun dari mobil dan menghadapi kenyataan bahwa nenek sudah tiada. Ia terus
berusaha menciptakan percakapan dengan ayahnya sambil mengharapkan ia menjawab.
Dengan perasaan putus asa, Alex tiba-tiba menoleh ke ayahnya dan bertanya,
“Ayah, apakah ayah akan marah jika aku tidak akan pernah menikah?”
Alex tidak menyangka ayahnya akan tertawa
menaggapinya. Ayah Alex menatapnya dan meraih tangannya, lalu dia berkata,
“Tentu saja aku tidak akan marah jika kamu tidak akan pernah menikah.
Pernikahan merupakan suatu hal indah bagiku tetapi itu juga karena aku menikah
dengan ibumu. Aku hanya menginginkan kamu menjalani hidupmu sesuai dengan
kehendakmu, dikelilingi oleh orang-orang yang selalu mencintaimu dan tidak
pernah berhenti mencari ilmu.”
Alex tidak bisa berkata apa-apa. Saat itu sepertinya
nenek ada di sana, mengangguk setuju atas perkataan ayah Alex, dan berjalan
bersama kami masuk ke pemakaman nenek. Perkataan ayah Alex yang singkat tetapi
menyakinkan telah menimbulkan keberanian dalam dirinya untuk berdiri di acara
pemakaman neneknya dan untuk bilang kepada semua orang betapa Alex sangat
mencintai neneknya dan betapa ia mengharapkan untuk menjalani hidupnya seperti
yang selalu diinginkan neneknya “menjalani hidup dengan caranya sendiri”
Empat bulan setelah Alex lulus kuliah dan tujuh bulan setelah pemakaman neneknya, Alex mendapatkan paspor dan visa untuk bekerja di luar negeri. Alex mengemasi barang-barang. Saat Alex hendak menaiki pesawat ke Amerika, Alex menegok ke ayahnya sambil tersenyum dan melambaikan tangan. Alex belum pernah melihat ayahnya begitu bangga terhadapnya dan entah bagaimana Alex merasa sepertinya neneknya juga hadir di sana dengan perasaan bangga.