Menjelang berakhir 2011, perekonomian global kembali dihadapkan dengan
situasi yang tidak menggembirakan, khususnya dari Amerika Serikat (AS)
dan Eropa. Kondisi perekonomian AS masih melemah dan tertekan oleh
tingginya pengangguran. Kondisi ekonomi Eropa juga semakin
mengkhawatirkan.
Tingginya kekhawatiran pasar terhadap posisi
fiskal Italia dan Spanyol telah membuat Bank Sentral Eropa akhirnya
memutuskan untuk mengambil langkah darurat dan mulai meningkatkan
program pembelian asetnya dengan membeli obligasi pemerintah Italia dan
Spanyol.
Pertumbuhan ekonomi dunia secara umum juga terlihat
melemah, sebagaimana ditunjukkan oleh data-data Purchasing Manager Index
(PMI) global.
Berdasarkan data dari Markit, The JPMorgan Global
PMI Output Index pada Agustus lalu berada di level 51,5, yang
menunjukkan ada tren penurunan pertumbuhan ekonomi global dibandingkan
posisi tertinggi yang terjadi pada Februari 2011 yang berada di level
59,1.
Angka PMI Agustus ini merupakan terendah sejak dua tahun
lalu ketika PMI berada di atas batas netral,50,0. Pada 2012 prospek
perekonomian global diperkirakan masih akan tertekan.
Pada Juni
2011, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2012 sebesar
4,5 persen, naik tipis dibandingkan proyeksi untuk 2011 sebesar 4,3
persen. Proyeksi untuk 2011 dan 2012 tersebut, itu pun dengan catatan
perekonomian China bisa tumbuh 9,5 persen.
Namun, pada 19
September lalu, IMF kembali mengoreksi proyeksinya untuk 2011 dan 2012
menjadi masing-masing hanya empat persen, dengan catatan yang sama:
China bisa tumbuh 9,5 persen.
Indonesia Terpapar
Kondisi
ekonomi global tersebut tentu tidak menguntungkan bagi Indonesia.
Indikasinya sudah terlihat dari kinerja pasar keuangan kita.
Sejak
Agustus lalu, IHSG mengalami pelemahan. Beruntung, kondisi fundamental
makroekonomi dan mikro emiten kita cukup solid sehingga mampu menahan
gejolak yang berlebih, sehingga koreksi yang terjadi relatif minimal.
Indikasi
ada kekhawatiran terkait dampak rentetan (contagion effect) krisis AS
dan Eropa juga dapat dibaca dari kebijakan yang dikeluarkan pihak
otoritas.
Demi menjaga stabilitas perekonomian di tengah
meningkatnya ketidakpastian sistem keuangan global, Bank Indonesia (BI
misalnya tetap mempertahankan level BI Rate sebesar 6,75 persen).
Padahal, BI memiliki peluang untuk menurunkan BI Rate-nya di level 6,50
persen mengingat besarnya ekses likuiditas akibat masuknya dana-dana
asing ke Indonesia.
Selain itu, untuk mendorong kegiatan di pasar
uang antarbank, BI juga memperlebar batas bawah koridor suku bunga
operasi moneter yang semula 100 bps menjadi 150 bps di bawah BI rate.
Saat
ini efek yang ditimbulkan akibat ketidakpastian perekonomian global
memang masih terbatas. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal
III-2011 akan mencapai 6,6 persen.
Ekspor diperkirakan masih
tumbuh cukup tinggi sejalan dengan perkiraan masih tingginya realisasi
perdagangan dunia serta harga komoditas dunia. Namun, pengaruh penurunan
pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan mulai terasa pada kinerja
ekspor kita, setidaknya pada kuartal IV-2011.
Indikasinya sudah
dapat terlihat dari penurunan harga komoditas (yang menjadi salah satu
penyumbang utama ekspor nonmigas kita) yang terjadi dalam beberapa bulan
terakhir ini.
Sebagai misal, tren harga CPO cenderung turun
selama 2011. Bila pada periode Januari– Maret 2011 harga CPO berada di
level USD1.251 per ton, selanjutnya turun menjadi USD1.147per ton
(April–Juni 2011), dan pada Agustus lalu menjadi USD1.083 per ton.
Berdasarkan
proyeksi Bank Dunia, harga CPO pada 2012 akan menurun berada di bawah
USD1.000 per ton. Harga minyak mentah dunia juga cenderung turun, di
mana harga minyak WTI kini berada di bawah USD90 per barel.
Beruntung
minyak mentah kita sebagian besar di ekspor ke pasar Asia, yang masih
memperoleh harga yang relatif lebih tinggi. Penurunan harga ini hampir
terjadi pada seluruh komoditas primer yang diekspor Indonesia.
Penurunan
harga-harga ini terutama dipengaruhi oleh ekspektasi akan menurunnya
demand atas berbagai komoditas primer akibat melemahnya ekspektasi
pertumbuhan ekonomi global dan tingginya risiko perekonomian global.
Kondisi
ini diperkirakan akan menyebabkan melambatnya volume perdagangan dunia,
yang akhirnya akan memengaruhi perdagangan luar negeri (khususnya
ekspor) Indonesia.
Situasinya diperkirakan akan mirip dengan
pelemahan ekspor Indonesia yang terjadi pada 2008,di mana sejak
September 2008 hingga kuartal I-2009, ekspor Indonesia mengalami
penurunan.
Secara umum, pelemahan sektor perdagangan Indonesia
ini akan mengganggu kinerja perekonomian Indonesia. Khusus pada
2011,dampaknya memang relatif rendah karena pertumbuhan ekonomi kita
akan tertolong oleh kinerja sektor konsumsi: masyarakat dan pemerintah
yang diperkirakan tinggi pada kuartal III dan IV-2011.
Namun,
untuk 2012, bila tidak ada effort yang luar biasa,sepertinya kita harus
rela menunda obsesi kita untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi tujuh
persen, sebagaimana yang menjadi target dalam Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2015.
Untuk
mencegah dampak penurunan yang lebih dalam akibat perlambatan
pertumbuhan ekonomi global, penguatan ekonomi domestik menjadi hal yang
vital.
Penulis berpendapat langkah-langkah pengamanan melalui
penguatan ekonomi domestik yang pernah ditempuh pada 2009 (sebagai
antisipasi krisis global pada 2008), baik di bidang fiskal maupun
moneter, tetap relevan untuk kembali diterapkan pada 2012.
Saat
ini momentum yang tepat untuk melakukan berbagai penyesuaian atas
kebijakan yang ada. RAPBN 2012 sedang dalam pembahasan sehingga terdapat
ruang untuk melakukan penyesuaian,misalnya kembali merancang insentif
fiskal.
BI juga masih memiliki ruang yang cukup dengan
memanfaatkan instrumen suku bunga serta bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial lainnya untuk memitigasi potensi penurunan kinerja
perekonomian.
Termasuk pula, pembahasan undang-undang tentang
Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) juga harus dituntaskan agar kita
miliki protokol yang jelas dalam penanganan krisis sistem keuangan.
Jadi, jangan sampai kita kehilangan momentum.
SUNARSIP
Ekonom Kepala The Indonesia Economic Intelligence (IEI) (Koran SI/Koran SI/ade)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar