1.
Klasifikasi
Aktiva tetap adalah harta yang dapat digunakan lebih dari satu tahun.
Aktiva tetap terbagi atas :
·
Aktiva
yang dapat disusutkan (depreciable assets) Contoh: Bangunan, mesin dan
peralatan yang lain.
·
Aktiva
yang tidak dapat disusutkan (nondepreciable assets) Contoh: Tanah
Aktiva tidak berwujud adalah
hak mutlak perusahaan terhadap sesuatu yang diperolehnya karena keistimewaan
tertentu. Syarat- syarat harta tidak berwujud :
·
Ada
hak mutlak
·
Ada
keistimewaan tertentu
·
Ada
pengeluaran biaya
Contoh : Hak paten, hak cipta,
franchise, hak guna usaha, hak guna bangunan, goodwill, hak penambangan, hak
pengusahaan hutan, trade mark.
Berdasarkan masa manfaatnya,
aktiva tidak berwujud terbagi atas :
·
Aktiva
tidak berwujud yang masa manfaatnya dibatasi oleh undang-undang. Misalnya : hak
paten, hak cipta, franchise
·
Aktiva
tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak dibatasi oleh undang-undang. Misalnya
: goodwill dan merk dagang
2.
Perolehan Aktiva
Aktiva dapat diperoleh dengan
cara :
·
Pembelian
Aktiva ( tunai, kredit )
Aktiva tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk siap pakai
dan dicatat dengan sejumlah harga beli ditambah dengan biaya yang terjadi untuk
menempatkan aktiva itu pada kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan
(PSAK Nomor 16 Buku SAK 1994). PPn yang tidak dapat dikreditkan merupakan salah
satu unsur pembentuk harga perolehan, kecuali pajak itu dibebankan sebagai
biaya pada tahun tersebut. Begitu juga dengan biaya transportasi,
pemasangan dan jasa professional merupakan bagian dari nilai perolehan aktiva.
·
Perolehan
dengan sewa guna usaha modal (leasing)
Sewa guna usaha (lease) umumnya merupakan
perjanjian dengan memberikan hak kepada lease untuk menggunakan aktiva yang
dimiliki lessor (penyewa) selama masa tertentu dengan membayar sejumlah uang
(sebagai lease). Secara komersial lease modal (capital lease) pada hakikatnya
merupakan pembelian aktiva. Sesuai dengan ketentuan perpajakkan jumlah yang
dibayar pada saat pengambilalihan aktiva dari lessor merupakan nilai
kapitalisasi aktiva dimaksud. Pengeluaran lease sebelum itu diperlakukkan
sebagai pengeluaran sewa seperti yang berlaku dalam operating lease.
·
Perolehan
dengan pertukaran
Aktiva tetap dapat diperoleh melalui
pertukaran dengan aktiva nonmoneter (baik sejenis atau bukan) atau sekuritas
(obligasi atau saham sendiri atau emisi badan lain). Perolehan aktiva melalui
pertukaran harus dinilai menurut nilai wajar aktiva yang diterima atau
diserahkan mana yang diketahui dengan pasti dan andal (PSAK No. 16 Buku Sak
1994). Selisih nilai (nilai buku aktiva lama dengan perolehan aktiva baru) dari
pertukaran aktiva bukan sejenis harus diakui sebagai laba atau rugi. Untuk
aktiva sejenis, pengakuan itu ditangguhkan sampai saat aktiva baru dilepaskan
kembali. Pertukaran aktiva dengan sekuritas memerlukan penilaian atas keduanya.
Pertukaran dengan sekuritas emisi badan lain dapat menimbulkan laba atau rugi
apabila terdapat selisih nilai antara aktiva yang diperoleh dan sekuritas yang
dilepas. Sebaiknya, pertukaran dengan sekuritas emisi sendiri (obligasi atau
saham) dapat menimbulkan agio dan disagio. Laba dan rugi yang dilepaskan aktiva
dihitung berdasarkan selisih antara nilai buku dengan harga pasar aktiva. Agio
dan disagio bagi penerbit saham atau obligasi dihitung berdasarkan nilai
nominal kedua sekuritas itu dibanding dengan nilai pasar sekuritas atau nilai
perolehan harta yang dapat diketahui dengan pasti.
·
Perolehan
dengan membangun sendiri
Praktek akuntansi komersial menyatakan harga perolehan
aktiva tetap yang dibangun sendiri meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan
sehubungan dengan pembangunan aktiva itu hingga siap digunakan. Dalam praktek
akuntansi komersial masalah perhitungan nilai aktiva yang timbul dalam
membangun sendiri termasuk (1) pembebanan biaya overhead (tambahannya saja atau
alokasi semua biaya overhead secara proporsional). (2) penghematan atau
kerugian atas aktivitas membangun (apabila ada perbedaan dengan harga pasar).
Dan (3) bunga selama masa konstruksi. Secara komersial umunya terdapat
kesesuaian pendapat biaya overhead dialokasikan secara proporsional kepada
biaya rutin dan biaya pembangunan aktiva. Sementara penghematan biaya (misalnya
biaya pembangunan Rp 8juta, sedangkan harga pasar aktiva Rp 10juta yang berarti
terdapat penghematan Rp 2juta) tidak diakui sebagai penghasilan. Sebaliknya,
kerugian karena inefisiensi (yang menyebabkan harga pembangunan lebih tinggi
dari nilai pasar) segera diakui sebagai kerugian atau pemborosan pada tahun
yang bersangkutan. Selanjutnya bunga yang dikeluarkan atas pinjaman untuk
pembangunan selama masa konstruksi dikapitalisasi (sebagai nilai perolehan
aktiva).
·
Perolehan
dengan hibah, bantuan, atau pemberian
Berbeda dengan akuntansi komersial yang
menghitung harga pasar sebagai harga perolehan, pasal 10 ayat (4) UU PPh
menyatakan (a) harga yang diperoleh karena hibah, bantuan atau pemberian yang
diterima oleh badan keagamaan, social, pendidikan dan pengusaha kecil yang
memenuhi persyaratan tertentu (tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan antara pemberi dan penerima) harus dinilai sejumlah
nilai buku dari pemberi dan (b) harta juga dinilai menurut harga pasar,
berdasarkan KMK Nomor 604/KMK/1994 tangal 21 Desember 1994 dalam pengertian
pengusaha kecil yang memenuhi persyaratan itu, termasuk koperasi, yaitu
pengusaha yang jumlah aktiva tanpa tanah dan atau bangunan tidak melebihi Rp
600juta. Dengan demikian, perkiraan modal hibah (bantuan) dikredit untuk tujuan
fiskal. Sebesar nilai buku aktiva itu. Perolehan karena hibah, bantuan atau
pemberian yang tidak memenuhi kualifikasi dinilai menurut harga pasar.
3.
Penyusutan dan Amortisasi
1) Ketentuan tentang Penyusutan menurut pasal
10 UU PPh
1.
Harta
yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih
dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang menjadi objek pajak, kecuali tanah.
2.
Harta
yang tidak dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
tidak boleh disusutkan secara fiskal, misalnya: bangunan untuk tempat tinggal
karyawan bukan di daerah terpencil yang ditetapkan Menteri Keuangan. Keuntungan
penjualan harta tersebut merupakan objek PPh, namun apabila terjadi kerugian
tidak dapat dibebankan sebagai biaya fiskal.
3.
Penyusutan
aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang
masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya
pengerjaan hrta tersebut. Dengan persetujuan Direktorat Jenderal Pajak,
penyusutan dapat dimulai pada bulan harta tersebut dipergunakan.
2)
Harga/Nilai Perolehan Aktiva Tetap
Penentuan harga prolehan aktiva tetap sangat penting karena harga perolehan
menjadi dasar untuk menghitung besarnya biaya penyusutan tiap-tiap tahun.
Adapun ketentuan sesuai dengan pasal 10 UU PPh, penentuan harga perolehan
aktiva tetap sebagai berikut:
1.
Harga
perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau
diterima sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima.
2.
Nilai
perolehan atau niai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
3.
Nilai
perolehan atau nilai pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah
jumlah yang seharunya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar,
kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
4.
Dasar
penilaian harta yang dialihkan dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah:
a.
Yang
memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang meneima pengalihan, sama
dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang
ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
b.
Yang
tidak memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerima pengalihan,
sama dengan nilai pasar dan harta tersebut.
5.
Dasar
penilaian harta yang dialihkan dalam rangka penyetoran modal bagi badan yang menerima
pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta tesebut.
3)
Waktu Dilakukannya Penyusutan
1.
pada
bulan dilakukannya pengeluaran; atau
2.
pada
bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama
dihitung secara pro-rata; atau;
3.
dengan
persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; atau
4.
dengan
persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut mulai
menghasilkan yakni saat mulai berproduksi dan bukan saat diterima atau
diperolehnya penghasilan
Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan, penyusutan atau
deperesiasi merupakan konsep alokasi harga perolehan harta tetap
berwujud. Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud
dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Harta berwujud yang bukan berupa bangunan.
2. Harta berwujud yang berupa bangunan.
Harta berwujud yang bukan
bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu:
1. Kelompok 1: kelompok harta berwujud bukan
bangunan yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.
2.
Kelompok
2: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 8 tahun.
3.
Kelompok
3: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 16 tahun.
4.
Kelompok
4: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 20 tahun.
Harta terwujud yang berupa bangunan
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Permanen: masa manfaatnya 20 tahun.
2. Tidak permanen: bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan
yang tidak tahan lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan. Masa
manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun.
Metode
penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line
method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Wajib
pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan penyusutan.
Metode garis lurus diperkenankan dipergunakan untuk semua kelompok harta tetap
terwujud. Sedangkan metode saldo menurun hanya diperkenankan digunakan untuk
kelompok harta berwujud bukan bangunan saja.
Tabel berikut menggambarkan kelompok harta
berwujud, metode, serta tarif penyusutannya:
Kelompok Harta Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif Depresiasi
|
|
Garis Lurus
|
Saldo Menurun
|
||
I.
Bukan Bangunan
|
|||
Kelompok 1
|
4 tahun
|
25%
|
50%
|
Kelompok 2
|
8 tahun
|
12,5%
|
25%
|
Kelompok 3
|
16 tahun
|
6,25%
|
12,5%
|
Kelompok 4
|
20 tahun
|
5%
|
10%
|
II. Bangunan
|
|||
Permanen
|
20 tahun
|
5%
|
-
|
Tidak Permanen
|
10 tahun
|
10%
|
-
|
Dengan ijin Direktur Jenderal pajak, penyusutan dapat
dimulai pada bulan harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan. Menurut akuntansi ada 4 faktor yang harus
dipertimbangkan dalam penghitungan besarnya biaya penyusutan suatu aktiva,
yaitu:
1.
Nilai Perolehan Aktiva
2.
Nilai residu
3.
Dasar penyusutan
4.
Umur aktiva
Metode penyusutan yang
diperbolehkan dalam ketentuan fiskal, yakni :
·
Metode
garis lurus
Pada metode penyusutan garis lurus, biaya penyusutan aktiva dialokasikan ke
tiap-tiap tahun dengan jumlah yang sama. Tarif amortisasi : 25%, 12.5%, 6.25%,
5%.
Rumus : Penyusutan tiap tahun = NP- NR
UmurPemakaian
Contoh:
PT. Jaya Abadi membeli sebuah
aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000
pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva
tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :
Tahun
|
Harga Perolehan
|
%Penyusutan
|
Biaya Penyusutan
|
Nilai Sisa Buku
|
2009
|
Rp. 100.000.000
|
25%
|
Rp. 12.500.000
|
Rp. 87.500.000
|
2010
|
|
25%
|
Rp. 25.000.000
|
Rp. 62.500.000
|
2011
|
|
25%
|
Rp. 25.000.000
|
Rp. 37.500.000
|
2012
|
|
25%
|
Rp. 25.000.000
|
Rp. 12.500.000
|
2013
|
|
25%
|
Rp. 12.500.000
|
Rp. 0
|
Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan
6/12 x 25% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009
sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember
2009 yaitu selama 6 bulan.
Untuk tahun 2013 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2011 sampai Juni 2011 yaitu selama 6 bulan.
Untuk tahun 2013 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2011 sampai Juni 2011 yaitu selama 6 bulan.
·
Metode saldo menurun (declining balance method)
Dasar penyusutan
adalah nilai sisa buku fiskal. Penyusutan dengan metode saldo menurun adalah
penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku. Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva
tetap pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun
adalah nilai sisa buku suatu aktiva pada akhir masa manfaat yang disusutkan
dengan metode saldo menurun harus disusutkan sekaligus.
Contoh :
PT. Jaya Abadi
membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga
Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan
aktiva tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :
Tahun
|
Harga Perolehan
|
%Penyusutan
|
Biaya Penyusutan
|
Nilai Sisa Buku
|
2009
|
Rp. 100.000.000
|
50%
|
Rp. 25.000.000
|
Rp. 75.000.000
|
2010
|
|
50%
|
Rp. 32.500.000
|
Rp. 32.500.000
|
2011
|
|
50%
|
Rp. 16.250.000
|
Rp. 16.250.000
|
2012
|
|
50%
|
Rp. 8.125.000
|
Rp. 8.125.000
|
2013
|
Disusutkan sekaligus
|
50%
|
Rp. 8.125.000
|
Rp. 0
|
Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan.
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan.
Deplesi
Deplesi ialah
istilah yang digunakan dalam akuntansi untuk menyatakan penyusutan dalam usaha
pertambangan dan pengusahaan hutan. Perpajakan
menggunakan istilah lain untuk deplesi yaitu amortisasi. Sumber pertambangan
dan pengusahaan hutan adalah harta yang berkurang secara berangsur-angsur
karena penambangan atau penebang pohon.
Menurut ketentuan
pajak, hak penambangan dan
hak pengusahaan hutan termasuk harta tidak berwujud. Amortisasi menggunakan
metode satuan produksi berarti persentase amortisasi dari biaya tersebut dalam
setiap tahun pajak harus sama dengan penambangan yang dihasilkan setiap tahun. Karena
itu, harga perolehannya dapat diamortisasikan berdasarkan metode satuan
produksi dengan pembatasan sebagai berikut :
-
Biaya
untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi serta pengusahaan
hutan dapat diamortisasikan dengan persentase yang tidak lebih dari 20 % tahun.
Amortisasi per tahun = Jumlah penambangan/penebangan x 20%
Taksiran total produksi/deposit
-
Biaya
untuk memperoleh hak atau biaya-biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu
tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi tanpa pembatasan presentase
tertentu.
Amortisasi per tahun = Jumlah penambangan x tanpa batasan
Tanpa total produksi
Metode satuan = Jumlah penambangan/penebangan yg dihasilkan setahun x 100%
Taksiran jumlah seluruh produksi
Contoh :
Suatu konsensi pertambangan
ditaksir jumlah depositnya 100.000 ton. Hasil produksi 1 tahun = 10.000 ton.
Berapa prosentase produksi dalam setahun ?
(10.000 / 100.000) * 100 % =
10 %
Jadi, hak penambangan
perusahaan tersebut dalam setahun diamortisasikan sebesar 10%.
4.
Penarikan dan Pelepasan Aktiva
Keuntungan
Pelepasan Aktiva Tetap
Dalam pasal 11 UU
no.7 tahun 1983 menyatakan hanya penarikan atau pelepasan aktiva tetap golongan
bangunan dan penarikan luar biasa yang dapat menghasilkan keuntungan atau
kerugian yang di perhitungkan pada tahun penarikan.
Namun menurut UU
No.10 tahun 1994 perlakuan berbeda demikian tidak ada lagi. Hampir sama dengan
perlakuan akuntansi, semua penarikan atau pelepasan harta akan mendatangkan
keutungan atau kerugian. Perhitungan keuntungan juga di terapkan pada transaksi
tukar menukar harta walaupun tidak terjadi pembayaran. Begitu juga dengan
pertukaran harta walaupun hartanya sama atau sejenis masih dalam satu kelompok.
Harta yang di
hibahkan, diberikan atau di bantukan kepada badan keagamaan, pendidikan, social
dan pengusaha kecil termasuk koperasi akan dihitung keuntungan bagi pelepas dan
penghasilan bagi penerima.
Penarikan Harta dari Pemakaian
Pengalihan harta
dari pemakaian dapat terjadi karena dialihkan kepada pihak lain, dijual, atau
terjadi musibah terhadap harta tersebut. Pengalihan atau penarikan harta
menurut UU No. 10 Tahun 1994 pasal 4 ayat (1) adalah karena :
a.
Penjualan
b.
Pengalihan harta kepada
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal
c.
Pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu atau anggota
d.
Pengalihan harta karena
likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan
usaha
e.
Pengalihan harta karena hibah,
bantuan atau sumbangan
Salah satu contoh penarikan aktiva menurut UU No.10 tahun 1994 pasal 4 ayat 1 adalah penjualan.
Contoh Soal :
Sebuah aktiva yang dibeli PT”Andi” pada oktober 2000 Rp 10 juta dijual pada akhir Maret 2002 Rp 7.500.000,00.
Apabila perusahaan itu menghitung penyusutan dengan metode saldo menurun maka
jumlah keuntungan menurut akuntansi komersial dan akuntansi perpajakan dapat dihitung sebagai berikut:
Tahun
|
Uraian
|
Komersial
|
Perpajakan
|
1994
|
Harga Perolehan
Depresiasi (3 bulan)
|
10.000.000
(1.250.000)
|
10.000.000
(5.000.000)
|
1995
|
Depresiasi (12 bulan)
|
(3.750.000)
|
(2.500.000)
|
1996
|
Depresiasi (3 bulan)
Nilai buku
Harga jual
Keuntungan
|
(625.000)
4.375.000
7.500.000
3.125.000
|
-
2.500.000
7.500.000
5.000.000
|
Berdasarkan uraian di atas, keuntungan penjualan aktiva
untuk tujuan akuntansi perpajakan lebih besar 1.875.000 ( 5.000.000 – 3.125.000
). Dengan demikian, selisih ini merupakan penutupan kembali dari selisih beban
depresiasi perpajakan yang lebih besar.
Contoh-contoh penarikan harta :
Penarikan Harta
Karena Dijual Menurut Fiskal
Sebuah mesin dengan nilai perolehan Rp 40.000.000 dengan
akumulasi penyusutan Rp 30.000.000
dijual dengan harga Rp 17.000.000. Biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan
penjualan sebesar Rp 2.000.000
Kalkulasi
Harga jual Rp 17.000.000
Biaya penjualan Rp 2.000.000
Penerimaan netto Rp 15.000.000
Nilai perolehan Rp
40.000.000
Akumulasi penyusutan Rp
30.000.000
Nilai sisa buku Rp 10.000.000
Keuntungan Rp 5.000.000
Nilai sisa buku sebesar Rp 0 dibebankan sebagai kerugian
dalam tahun pajak yang bersangkutan. Keuntungan sebesar Rp 5.000.000 merupakan
penghasilan yang menjadi objek pajak PPh. Apabila transaksi ini dicatat maka
ayat jurnal adalah sbb:
Penerimaan kas Rp
17.000.000
Akumulasi penyusutan Rp
30.000.000
Mesin Rp
40.000.000
Biaya Rp 2.000.000
Laba Rp 5.000.000
Penarikan Harta
Karena Terbakar
Suatu mesin terbakar pada pertengahan tahun 1995 dengan
keterangan sbb:
Nilai perolehan Rp
50.000.000
Akumulasi penyusutan Rp
30.000.000
Nilai sisa buku Rp
20.000.000
a.
Jumlah penggantian asuransi
diterima pada tahun 1995 sebesar Rp 19.000.000
b.
Jumlah penggantian belum dapat
diketahui dan penundaan pembebanan kerugian tidak diajukan untuk ditunda kepada
Dirjen Pajak
c.
Jumlah penggantian asuransi belum
dapat diketahui, karena itu penundaan kerugian diajukan utnuk ditunda kepada
Dirjen Pajak
Menurut ketentuan fiskal maka penarikan harta karena
terbakar dicatat :
a.
Nilai sisa buku mesin Rp
20.000.000 dicatat sebagai kerugian, sedang penerimaan pengganti asuransi Rp
19.000.000 dicatat sbagai penghasilan dalam tahun yang bersangkutan. Karena
nilai sisa buku lebih besar daripada penggantian asuransi maka wajib pajak
menderita rugi Rp 1.000.000 (Rp 20.000.000 – Rp 19.000.000)
Kas Rp
19.000.000
Akumulasi penyusutan Rp 30.000.000
Kerugian Rp 1.000.000
Mesin Rp
50.000.000
b.
Jumlah penggantian belum dapat
diketahui karena itu kerugian sebesar nilai sisa buku Rp 20.000.000 harus
segera dibebankan sebagai kerugian pada tahun yang bersangkutan. Kejadian ini
dapat dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Akumulasi penyusutan Rp 30.000.000
Kerugian Rp 20.000.000
Mesin Rp
50.000.000
c.
Wajib pajak tidak perlu
mencatat kerugian dalam tahun terjadinya kebakaran. Namun penyusutan mesin
harus dihentikan.
Daftar Pustaka :
mukhyi.staff.gunadarma.ac.id/.../Bab+4+Aktiva
kk.mercubuana.ac.id/.../93006-7-533150212669.... -
http://2depointaja.blogspot.com/2012/10/aktiva-tetap-dan-aktiva-tiak-berwujud.html
0 komentar:
Posting Komentar