Akuntan publik di Indonesia menghadapi
berbagai tantangan yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Tantangan terbesar akuntan publik Indonesia saat ini adalah kewajiban
melaksanakan International Financial Reporting Standar (IFRS) yang
sudah dimulai semenjak tahun 2010. Sementara di tahun 2013 para praktisi
akuntan publik dituntut melakukan adopsi ISA secara penuh.
Secara Khusus, urutan
perjanjian kerjasama ekonomi ASEAN yang dilaksanakan pada tahun 1967 di Bangkok
sampai KTT ASEAN ke-9 di Bali, Indonesia tahun 2003, menghasilkan
kesepakatan pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community) pada tahun 2015.
Setelah keluar blueprint MEA mengakibatkan Indonesia harus siap menghadapi
tantangan yang besar ini terutama dibidang ekonomi.Para praktisi yang bergabung
di IAI dan IAPI langsung berpandangan kepada arahan penggunaanInternational
Financial Reporting Standar. Tujuan penggunaan standar ini Memudahkan
pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan
yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
Dampak yang akan Indonesia alami adalah
Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena
laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor
global.
Menurut Muliaman,
Indonesia yang anggota G-20, harus siap dengan penerapan IFRS. Walaupun
penerapan IFRS memang tidak mudah, karena membutuhkan sistemteknologi informasi baik
yang tidak bisa dikatakan murah. Meski demikian, laporan keuangan yang
disampaikan dengan terbuka dan transparan dapat mendorong kepercayaan dunia
internasional sehingga dapat berinvestasi di Indonesia dan memberikan
perlindungan kepada konsumen.
Selain itu, untuk
dapat menerapkan IFRS dengan baik, Muliaman mengharapkan kesiapan
profesi-profesi penunjang seperti notaris, aktuaris, penila dan akuntan publik
harus ditingkatkan profesionalismenya. Menghadapi tantangan sekaligus
kekhawatiran para akuntan publik dalam mencapai profesionalisme yaitu akuntan
publik merasa di Indonesia belum ada undang-undang/peraturan pelaporan laporan
keuangan berbasis internasional. Perusahaan diwajibkan menyampaikan
laporan keuangan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan ketentuan.
Pemerintah
harus mengeluarkan uu/peraturan untuk melindungi masyarakat terutama dalam
menghadapi MEA dan dunia Internasional lainnya. Maka turunlah peraturan menteri
keuangan nomor: 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik. Namun permen ini
belum dirasa cukup untuk menjawab rasa kekhawatiran masyarakat dan pemerintah
dikarenakan sampai saat ini belum ada undang-undang yang khusus mengatur
profesi akuntan publik yang memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi
masyarakat dan profesi akuntan publik. Maka pemerintah beserta DPR menyetujui
dan mengeluarkan Undang-undang nomor 5 tahun 2011 tentang akuntan publik.
Undang-undang ini berdasarkan pertimbangan:
1.
bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan
memerlukan perekonomian nasional yang sehat dan efisien serta memenuhi prinsip
pengelolaan yang transparan dan akuntabel untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2.
bahwa jasa akuntan publik merupakan jasa yang
digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan berpengaruh secara luas dalam
era globalisasi yang memiliki peran penting dalam mendukung perekonomian
nasional yang sehat dan efisien serta meningkatkan transparansi dan mutu
informasi dalam bidang keuangan.
Dalam
UU tersebut tercantum juga dibahas mengenai kode etik profesi akuntan. Dimana
penjelasan secara teknisnya mengenai Akuntan publik pada umumnya dijelaskan di
peraturan pelaksana yaitu peraturan Permen nomor 84 tahun 2012 tentang komite
profesi akuntan publik. Permen ini fungsinya untuk menjelaskan dan mendukung UU
nomor 5 tahun 2011 tentang akuntan publik.
Penjelasan
singkat mengenai IFRS, International Accounting Standards, yang lebih dikenal
sebagai International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar
tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan penekanan pada penilaian
(revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai
substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan
tertentu. International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan
standar yang dibuat oleh International Accounting Standards Boards (IASB) dengan
tujuan memberikan kumpulan standar penyusunan laporan keuangan perusahaan di
seluruh dunia.
Standar
ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang mengharuskan para pelaku bisnis di
suatu Negara ikut serta dalam bisnis lintas negara. Untuk itu diperlukan suatu
standar internasional yang berlaku sama di semua Negara untuk memudahkan proses
rekonsiliasi bisnis. Perbedaan utama standar internasional ini dengan standar
yang berlaku di Indonesia terletak pada penerapan revaluation model, yaitu
kemungkinkan penilaian aktiva menggunakan nilai wajar, sehingga laporan
keuangan disajikan dengan basis “true and fair”.
Saat
ini banyak negara-negara di Eropa, Asia, Afrika, Oseania dan Amerika yang
menerapkan IFRS. Standar akuntansi internasional (International Accounting
Standards/IAS) di susun oleh 4 organisasi utama dunia ,yaitu Badan Standar
Akuntansi Internasional (IASB),Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi
Internasional Pasar Modal (IOSOC) dan Federasi Akuntansi Internasional
(IFAC). Indonesia yang tadinya berkiblat pada standar akuntansi keluaran
FASB (Amerika), mau tidak mau harus beralih dan ikut serta menerapkan IFRS
karena tuntutan bisnis global.
Mengadopsi
IFRS berarti menggunakan bahasa pelaporan keuangan global, yang akan membuat
perusahaan bisa dimengerti oleh pasar dunia (global market). Firma akuntansi
big four mengatakan bahwa banyak klien mereka yang telah mengadopsi IFRS
mengalami kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal global. Dengan
kesiapan adopsi IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal, perusahaan
Indonesia akan siap dan mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi
lintas Negara.
Kode
Etik profesi akuntan publik sebagai komitmen bersama dalam menghadapi era IFRS
Dalam
meningkatkan kualitas dan kepercayaan masyarakat internasional maka akuntan
publik secara bersama-sama membuat, mematuhi dan melaksanakan sistem norma,
nilai danaturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang
benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional yang
disebut kode etik. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa
sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Untuk mencapai tujuan tersebut
terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi yaitu kredibilitas,
profesionalisme, Kualitas Jasa, dan kepercayaan. Sedangkan Kode Etik Ikatan
Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian yaitu Prinsip Etika, Aturan Etika,
dan Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip
Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres
dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat
Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan
yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan
Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan
Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau
Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk
menggantikannya.
Setiap
profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari
masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan
publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu
tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota
profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional
bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan
Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan
terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik IAI.
Akuntan
publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang
menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan
Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi.
Auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas
laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar
auditing yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik
untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam
profesi akuntan publik.
Kepatuhan
terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka,
tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di
samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh
sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme
pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap
anggota yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan
standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien
atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kode
etik akuntan Indonesia memuat 8 prinsip etika sebagai berikut :
1) Tanggung
Jawab profesi, 2) Kepentingan Publik, 3) Integritas, 4) Obyektivitas,
5) Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, 6) Kerahasiaan, 7)
Perilaku Profesional, 8) Standar Teknis.
Kembali
kepermasalahan dalam menghadapi MEA ( Masyarakat Ekonomi Asean ), Pasar bebas
AFTA pada tahun 2015 mendatang dan negara-negara yang bergabung dalam G-20,
para akuntan publik di indonesia secara tidak langsung harus mengikuti standar
laporan keuangan IFRS. Apalagi Undang-Undang No.5 Tentang Akuntan Publik
memang sudah nyata-nyata memberikan lampu hijau bagi akuntan asing untuk
berkiprah di kancah nasional.
Secara
tidak langsung, kondisi seperti ini bisa membuat akuntan Indonesia kehilangan
pangsa pasar karena perusahaan-perusahaan di Indonesia tentunya akan lebih
memilih untuk merekrut akuntan asing yg sudah lebih dulu paham tentang standard
IFRS.
Dengan
demikian, Akuntan Publik dalam negeri dituntut untuk senantiasa meningkatkan
kompetensi dan profesionalisme serta pengetahuannya tentang standar yang
ditetapkan oleh IFRS agar dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa dan mengemban
kepercayaan publik dan dapat bertahan serta bersaing dengan Akuntan Publik
Asing.
0 komentar:
Posting Komentar