Hukum tertinggi yang mengatur mengenai
perekonomian di Indonesia terdapat dalam pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi :
1. Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
2. Cabang–cabang
produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh Negara.
3. Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
4. Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional
5. Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Tujuan suatu bangsa salah satunya adalah
mensejahterakan rakyatnya. Seperti tujuan Negara Indonesia yang terdapat
dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social. Jadi perekonomian nasional ini ditujukan
bagi kemajuan dan kesejahteraan umum.
Dari pasal 33 tersebut bahwa perekonomian yang
disusun sebagai usaha bersama yang berdasarkan asas kekeluargaan-lah yang
diamanatkan UUD kita. Koperasi adalah salah satu bentuk dari amanat pasal
33 ayat 1. Tujuan koperasi adalah untuk kesejahteraan anggotanya.
Di Indonesia sendiri telah banyak berdiri koperasi-koperasi. Namun
koperasi-koperasi yang ada masih banyak yang dihadapkan oleh permasalahan masih
rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi dalam koperasi, dalam PP No. 7
Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dalam
lampiran Pasal (6) Bab 20 mengenai Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah bahwa koperasi yang aktif hanya 76% dari total jumlah yang
ada. Dan hanya 48% dari koperasi yang aktif tersebut yang
menyelenggarakan RAT (Rapat Anggota Tahunan). Selain itu disebutkan
juga tertinggalnya kinerja Koperasi dan kurang baiknya citra koperasi
karena banyak koperasi terbentuk tanpa didasari oleh kepentingan bersama dan
prinsip kesukarelaan para anggotanya, sehingga kehilangan jati diri koperasi
yang otonom dan swadaya. Banyak koperasi yang tidak profesional menggunakan
teknologi dan kaidah-kaidah ekonomi modern sebagaimana layaknya badan usaha.
Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 menyebutkan bahwa negara
menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang
banyak dan juga bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk
dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BUMN (Badan Usaha Milik
Negara) adalah salah satu dari pelaksanaan pasal tersebut dimana terdapat PT.
Pertamina, PT. Aneka Tambang, PT Pertani, PT Pupuk Kaltim, PT Pertani dan
lain-lain. Dalam era privatisasi yang pada mulanya dilakukan untuk
efisiensi dan terbukanya modal asing yang masuk ke Indonesia perlu diwaspadai
agar jangan sampai cabang- cabang produksi yang penting dan kekayaan alam
yang ada di Indonesia menjadi milik asing dan hanya memperoleh sedikit
keuntungan atau royalti dan jangan sampai Indonesia hanya sebagai
penonton di negeri sendiri. Peranan hukum disini adalah untuk melindungi
kepentingan negara perlu dibuat agar dapat terwujud bangsa yang sejahtera dan
menjadi tuan di negeri sendiri.
Hukum Ekonomi Indonesia juga harus mampu memegang
amanat UUD 1945 (amandemen) pasal 27 ayat (2) yang berisi : “Tiap-tiap warga
Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Negara juga memiliki kewajiban untuk mensejahteraan rakyatnya, sehingga
perekonomian harus dapat mensejahterakan seluruh rakyat, sementara fakir miskin
dan anak yang terlantar juga perlu dipelihara oleh Negara. Negara perlu membuat
iklim yang kondusif bagi usaha dan bagi masyarakat yang tidak mampu dapat
diberdayakan. Sementara yang memang tidak dapat berdaya seperti orang sakit,
cacat perlu diberi jaminan sosial (Pasal 34 UUD 1945). Tugas negara ini dalam
kondisi sekarang tidaklah mudah dimana kemampuan keuangan pemerintah sendiri
juga terbatas. Konsep perekonomian yang baik perlu dilaksanakan.
Indonesia merupakan bagian dari masyarakat global
sehingga Indonesia pun tidak terlepas dari hukum internasional termasuk yang
menyangkut ekonomi. Tetapi walaupun demikian, kita juga harus bersikap
kritis dan memperjuangkan hak bagi kesejahteraan Negara kita, karena
tidak semua kebijakan ekonomi tersebut dapat diterapkan dan kalaupun diterapkan
harus ada penyesuaian dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku
bangsa, sehingga dalam pengaturan hukum ekonominya harus mempertimbangkan hal
tersebut. Di era orde baru kita pernah mencoba mengatur Negara ini menggunakan
sistem sentralisasi atau terpusat. Semua kegiatan ekonomi diatur oleh
pemerintah pusat. Diakui dengan sistem ini perekonomian kita sempat
berjaya dengan swasembada beras, namun di sisi lain terjadi kesenjangan antara
pusat-pusat ekonomi dengan daerah-daerah yang terpencil dan kurangnya
pemerataan pembangunan.
Sistem pemerintahan Indonesia dalam Bab VI Pasal
18 UUD 1945 (amandemen) juga diatur mengenai desentralisasi yang didalamnya
termuat juga desentralisasi bidang ekonomi. Pasal tersebut berisi :
1. Negara
Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah
propinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang
2. Pemerintah
daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
3. Pemeritahan
daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang angota-angotanya dipilih melalui pemilihan umum
4. Gubernur,
Bupati dan Walikota masing masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi,
kabupaten dan kota dipilih secara demokratis
5. Pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
6. Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan
7. Susunan
dan tatacara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang
Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan perumusan dan sosialisasi mengenai batasan-batasan dan sanksi hukum yang jelas bagi pelaku ekonomi baik tingkat pusat maupun daerah, yang kemudian ditetapkan menjadi peraturan atau kebijakan pemerintah pusat maupun daerah. Dalam hal sosialisasi, pemerintah perlu juga melibatkan media massa ataupun membentuk kader-kader yang siap memberikan informasi mengenai keberadaan peraturan maupun kebijakan tersebut. Pemerintah juga perlu memberikan penghargaan kepada tokoh, pimpinan atau masyarakat yang melakukan perubahan posistif terhadap perkembangan ekonomi daerahnya, diharapkan kegiatan ini memacu munculnya tokoh-tokoh yang peduli terhadap keberhasilan daerah untuk mencapai kesejahteraan.
Aspek hukum yang mengatur perekonomian Indonesia sudah diamanatkan dalam UUD 1945 yang sudah empat kali diamandemen, namun baru tahun 1982 ada sebuah penelitian yang dilakukan mengenai Hukum Ekonomi Indonesia. Penelitian ini dilakukan oleh Universitas Padjajaran Bandung yang di pimpin oleh DR. C.F.G Sunaryati Hartono, S.H, yang diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Hukum Ekonomi Indonesia. Dalam buku tersebut Hukum Ekonomi Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu Hukum Ekonomi Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008).
Hukum Ekonomi Pembangunan adalah pengaturan dan
pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi
(peningkatan produksi) secara nasional dan berencana. Hukum Ekonomi Pembangunan
meliputi bidang-bidang pertanahan, bentuk-bentuk usaha, penanaman modal asing,
kredit dan bantuan luar negeri, perkreditan dalam negeri perbankan, paten,
asuransi, impor ekspor, pertambangan, perburuhan, perumahan, pengangkutan dan
perjanjian internasional. Hukum Ekonomi Sosial adalah pengaturan dan pemikiran
hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara
adil dan merata, sesuai dengan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia
Indonesia (distribusi yang adil dan merata). Hukum Ekonomi Sosial meliputi
bidang obat-obatan, kesehatan dan keluarga berencana, perumahan, bencana alam,
transmigrasi, pertanian, bentuk-bentuk perusahaan rakyat, bantuan dan
pendidikan bagi pengusaha kecil, perburuhan, pendidikan, penderita cacat,
orang-orang miskin dan orang tua serta pensiunan (Soedijana, Yohanes, Setyardi,
2008).
Sejarah Hukum Ekonomi Indonesia juga pernah menganut sistem ekonomi Pancasila, yang menurut Emil Salim menpunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Sejarah Hukum Ekonomi Indonesia juga pernah menganut sistem ekonomi Pancasila, yang menurut Emil Salim menpunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Sistem
ekonomi pasar dengan unsur perencanaan
b. Berprinsip
keselarasan, karena Indonesia menganut paham demokrasi ekonomi dengan azas
perikehidupan keseimbangan. Keseimbangan antara kepentingan individu dan
masyarakat
c. Kerakyatan,
artinya sistem ekonomi ditujukan untuk kepentingan rakyat banyak
d. Kemanusiaan,
maksudnya sistem ekonomi yang memungkinkan pengembangan unsur kemanusiaan
Apakah hukum diperlukan dalam mengelola
perekonomian negara? Masih banyak masyarakat yang bertanya demikian karena
terkadang hukum lebih banyak dianggap sebagai faktor penghambat daripada
sebagai faktor yang melandasi ekonomi. Walaupun demikian sudah seharusnya
ada hukum yang mengatur dan mengelola perekonomian negara, karena pada dasarnya
hukum mempunyai beberapa peranan dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
Peranan hukum (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008) tersebut antara lain adalah
:
a. Hukum
sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan
b. Hukum
sebagai sarana pembangunan
c. Hukum
sebagai sarana penegak keadilan
d. Hukum
sebagai sarana pendidikan masyarakat
Peran pemerintah daerah juga diperlukan dalam
peningkatan perekonomoian Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian
Boediono di Jakarta, Kompas, Rabu (19/12), selama ini kontribusi pemerintah
daerah (pemda) masih minim. Lebih lanjut Boediono mengatakan, masih ada
beberapa rencana tindak yang belum tuntas dalam paket kebijakan ekonomi, baik
dalam kebijakan perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan
infrastruktur, usaha mikro-kecil-menengah (UMKM), maupun kebijakan sektor
keuangan. Oleh karena itu, masih diperlukan paket kebijakan lanjutan yang akan
dikeluarkan pada tahun 2008. “Inti pokoknya, paket itu merupakan alat
mengoordinasi kebijakan dan mengarahkan peta jalan selama dua tahun ke depan
(2008-2009). Nanti, apakah matriks itu dipayungi inpres (instruksi presiden)
atau apa, tidak jadi masalah,” ujar Boediono (sekarang Wakil Presiden RI).
Ketua Tim Pengawas Pencapaian Paket Kebijakan
Ekonomi Jannes Hutagalung pada era Menko Perekonomian Boediono mengatakan,
fungsi pemda akan diperbanyak dalam pelaksanaan rencana tindak paket kebijakan
ekonomi 2008. Itu disebabkan sebagian besar pelaksanaan programnya ada di
daerah. “Misalnya, program UMKM. Untuk sektor ini, kami akan lebih meningkatkan
kerja sama dengan pemda,” kata Jannes. Sebenarnya, ujar Jannes, dalam
paket kebijakan ekonomi terdahulu sudah diatur tentang penunjukan pejabat di
kabupaten dan kota untuk membantu tugas pengawasan yang dibentuk Menko
Perekonomian. Namun, belum semua kabupaten dan kota melaksanakannya. Boediono
menambahkan, “Harapan kami kalau ada pejabat yang ditugaskan di setiap
kabupaten, kami bisa berkomunikasi dengan baik.” Pemerintah memastikan
paket kebijakan ekonomi yang sudah digulirkan sejak tahun 2006 akan berubah
wujud, terutama dalam bentuk legalitasnya.
Hal itu dimungkinkan karena paket kebijakan
ekonomi tersebut tidak akan ditertibkan dalam bentuk inpres, tetapi produk hukum
lain yang lebih kuat. Aspek yang tercakup antara lain adalah perbaikan iklim
investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, reformasi sektor keuangan, dan
UMKM. Keberadaan rencana tindak dalam paket kebijakan akan memudahkan
pengawasan oleh masyarakat. Kebijakan paket kebijakan ekonomi terdahulu diatur
dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan
Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM (Kompas, 19 Desember 2008).
sumber : http://www.bappenas.go.id/blog/?p=97
0 komentar:
Posting Komentar